31 Desember 2011

Homework again.


Sebelumnya sy minta maaf sama neng Mevi, karena seperti entri terbaru anda Writer's block, sy juga sempat kehilangan semangat menulis karena kesibukan yang menggunung sampai PR yang eneng berikan harus terjeda sebulan lamanya.*Gomennasai...

OK, kita mulai saja PRnya. Silakan bertanya. 


Mev: Tokoh panutan dalam hidupmu siapa? Sebutkan alasannya yang dapat menggugah air mata!
Saya: ada banyak sih yang tokoh yang sy jadikan panutan, salah satunya tokoh buku#Lha? hehe. ngga ding. Tokoh yang paling sy panuti ya tentu saja, Nabi saya. Muhammad SAW. dan saya kira alasannya jelas... 

Mev: Paling males kalo disuruh ngerjain apa? Kenapa?
Saya: Paling males kalo disuruh ngerjain sesuatu yang sebenarnya bisa dikerjakan sendiri sama si pesuruh. gimana g malas coba? seharusnya bisa dikerjakan sendiri tapi dia malah......*2 jam kemudian*....harusnya tidak begitu. hah..hah...fiuh!.
 
Mev: Pernah marah ga? Kalo pernah karena apa?
Saya: bohong kalo seseorang ditanya seperti itu dan dijawab belum meski sebetulnya saya orang yang jarang marah (bohong!). karena dimarahin sama orang yang suka marah-marah, padahal sebenarnyan ngasi tahunya ngga perlu pake marah. bingung kan?
Mev: Sebutkan alasan kenapa?
Saya: kamu tanya Kenapa? kenapa adalah buah dengan pohon yang tinggi dan airnya enak diminum dan dijadikan es kenapa muda... :) 

Mev: Kalo bisa nambahin cabang olahraga untuk ditambahkan di kompetisi Sea Games kemarin, apa yang paling cocok? Harus mewakili apresiasi bangsa dan negara ya!
Saya: ada. cabang Atletik bagus ditambahin olahraga mengejar koruptor...  

Mev: Sebutkan hal yang belum pernah kamu bisa dapetin sampai sekarang!
Saya: pacar, ujung  perjalanan backpacking saya dan gelar insinyur arsitek. yang pertama kalo ada yg mau daftar silakan. (hehee, cengar-cengir). yang kedua, boro-boro, mulai aja belum. yang ketiga, ya iyalah. gue mahasiswa kedokteran.#ngakak.


Mev: Makanan apa yang menurutmu paling aneh didunia dan pengen kamu cobain? Makanannya harus beneran ada dan bisa di cari di mbah google ya kalo ada yang mau tau bentuknya :D
Saya: Sate belalang... kalo belalangya dibakar, apanya yang mau dimakan? sy jadi berpikir tu sate dulunya yang makan orang cadel. maksudnya berarang....



Mev: Sebutkan 7 keajaiban dunia menurut versimu. 
Saya: 1. Manarola (Italia). 2. 83-42  (Greenland). 3. Raja Ampat (Indonesia). 4. Great Barrier Reef (Australia). 5. Mount Roraima (Venezuela). 6. Socotra (Rep. of Yemen). 7. Manusia.

Mev: Sebutkan mimpi teraneh yang pernah kamu alami.
Saya: Sebenarnya mimpi yang aneh itu banyak, hanya saja sbagian besar mimpi ditakdirkan untuk dilupakan sasaat setelah bangun. sy pernah mimpi sekolah di Hogwarts bareng Harry Potter dkk trus ditengah tahun ajaran sy terlibat intrik bersama Hobbit Frodo Baggins sambil menunggangi Saphira, Naganya Eragon... akibat kebanyakan baca tu novel kyknya.
 
Mev: Kalo ada kesempatan untuk main film Hollywood, kamu mau main film  bareng siapa?
Saya: Sama Abigail Breslin. anak yg cute...


Mev: Andai kamu presiden Amerika, apa yang akan kamu lakukan untuk menjaga hubungan baik terhadap semua Negara-negara di dunia, terutama dengan predikat Negara adi kuasa. Jawaban harus serius dan berbobot.
Saya: wah, dari td prtanyaannya berat-berat. sy belum makan Mev, g da tenaga... hyung...
Gini, kalo jadi presiden amerika, ya jalin sj hub. bilateral yang mutualisme. yang jelas tidak dengan cara invasi dengan presumsi dan asumsi yang tidak jelas setidak jelas jawaban ini... hehe...



nah, itu jawaban dari saya. sekali lagi, maaf telat kumpul PRnya.... but, for sure, thanks 4 choosing me.
Read More

22 Desember 2011

waiting for reply

malam pun terasa menjadi bisu, benar-benar bisu
seolah malas menemaniku menunggui balasan kebodohanku darimu
kebosanannya menguapkan lelap menjadi esok hari yang biasa
amat lebih biasa

tidak kutemukan media yang identik pengganti hangat jawabmu
atau sekedar untuk mengisi waktu tungguku
juga tak ada lagi gitar yang bisa kudekap
memetik satu-satu lagu kesukaan kita

sayup-sayup angin resah menghela begitu kering
angin tenggara
aku masih duduk diujung jendela menatap venus
yang hilang ditempatnya menggantung
menikmati malam yang menjadi kelabu

masihkah kau mau berujar
"kusuka suara puisimu"
sambil meletakkan lamat-lamat
pipimu dibahuku

mungkin aku akan lelah duduk dalam diam
menebak kesibukanmu sambil memeluk lutut

kau begitu lugu menyadari isyaratku
tapi kita jelas mengerti arti kata menunggu

maka katakan,
apa yang harus kulakukan?
Read More

05 Desember 2011

bincang-bincang di penghujung malam

pict. from here
"hei, kau menangis, Khira?"

"eh? tidak, hanya kemasukan debu. duduk di batang pohon membuat mataku kelilipan. bintang-bintangmu saja yang membuat air mataku sekilau tangis."

"kau selalu mengelak saat kupergoki jempolmu yang mengusap, menyembunyikan air mata. aku yang sebuta jam dua belas ini pun bisa mengintip diantara jempolmu itu. Aku tahu malam, Khira, aku tahu tak akan ada terlalu banyak debu saat tak ada ngengat yang melintas. dan ditempatmu tak ada satupun."

"haha... aku tak pernah bermaksud mengelabui malam yang jompo. ini bukan air mata. ini hanya bulir ampas dari produksi kenyataan. sisa. bekas."

"hmmm, khukhukhu. jika ketidakmengakuanmu juga adalah canda, maka candaanmu selalu hambar. kau tahu, bercanda denganmu tak pernah membuatku terbahak."

"ha!! tapi kau cekikikan. itu adalah bentuk kemajuan untuk usiaku yang imortal."

"lalu apakah guna cekikikanku untuk menemani usiamu?"

"entahlah, mugkin itu akan memudarkan makna pathetic yang memakan realtas pada diriku dalam memoriku yang juga pendek. atau meredam gemuruh geram garang yang menjadi malang pada rekanmu, pada dunia. itu bisa sedikit membantuku."

"jadi kau terbangun sebuta ini untuk menggelitik rahangku agar bisa menempa kunci kandang kelegaanmu?"

"hmmm, kurasa begitu. tapi kau lupa satu hal. aku terlalu rendah untuk menjangkaumu, Langit. aku hanya ingin terjaga memandangi venus-mu di kejauhan fajar."

"intersting. silakan menikmati venus-ku yang fana. aku tidur dulu kalau begitu. akan kubiarkan selimut awanku tetap dilantai jika kau kedinginan. selamat malam."
Read More

27 November 2011

Homework

pict. from here
yah, (semoga) untuk kali ini (saja) sy akan menuliskan sesuatu yang bukan imajinasi saya. sesuatu yang menuntut kenyataan meski pada kenyataannya, mungkin kalian yang membaca tidak sepenuhnya percaya apa yang saya tulis ini nyata. ini PR dari neng Ayu "The Hiker". hmmm, ini lebih mirip penyakit yang (dengan sengaja) ditularkan daripada PR. hahahhaa.

yah,mungkin beruntung dan sial secara relatif memiliki sekat yang tipis... Lets do the homework.

I. Sebutkan 11 hal tentang diri saya? (knapa pertanyaannya jadi rancu begini ya?)

1. Saya Introvert. jadi ketika dapet PR ini, agak malu-malu meong juga nulisnya...
2. suka Cappuccino. alternatif kedua kopi. saya yakin, kalo diadakan penelitian tentang penikmat kopi paling banyak, salah satunya adalah blogger... mungkin dengan menelusuri PR ini, bisa diketahui. (mungkin lho ya!)
3. meski ngga suka, tapi keseringan lupa. amat pelupa, apalagi nama orang.
4. suka berhayal n melamun. kalo ada penelitiannya juga, pasti blogger juga banyak.
5. suka sketching, ngomik.
6. suka nyanyi sendiri sambil metik gitar.
7. suka cewek berkacamata-kemeja lengan panjang dilipat-jeans yg easy going. ne mulai ngayal lagi..
8. like to chewing gum.
9. baru-baru ini suka fotografi.
10. unfortunately, terlalu mudah tertidur. wherever, whenever.
11. pengen backpacking sambil menerapkan ilmu kedokteran ke masyarakt yang saya temui selama perjalanan nantinya.

Huft! selesai 1 nomer.

II. Jawablah Pertanyaan Ayu dibawah ini! (yaah, soal essay. susah nulis pertanyaannya neh, ngga bisa kopas. hehe) 

Ayu: kapan pertama kali kamu bikin sakit hati orang?
Saya: waah, pertannyaan pertamanya ja dah susah neh, Yu. saya kan ngga bisa tahu kalo orang lain menyembunykan Ill feel-nya sama sikap atau ucapan saya. tapi yang saya tau, mungkin 5 tahun yang lalu. ketika itu... (panjang tuh ceritanya!)

Ayu: kalo kamu nyakitin orang, apa sih yang ada di pikiran kamu?
Saya: honestly, I never mean it. and I'm really sorry for that. saya hanya berusaha menyampaikan kenyataan. toh terkadang kenyataan memang menyakitkan, bukan?

Ayu: suka hujan atau senja?
Saya: hmm, pilihan yang sulit. yang jelas hujan di senja hari bukan hal yang indah menurut saya.

Ayu: apa yang ada di pikiranmu saat ini?
Saya: sebenarnya saya lagi nulis apa sih?

Ayu: pilih naik KOPAJA atau Kowantas Bima?
Saya: hahaha, pertanyaan macam apa ini? yang mana aja deh asal lu yang bayar, Yu!

Ayu: Kapan terakhir kali kamu tidur dikelonin mama/papa?
Saya: hah? OK, seriously, pertanyan macam apa ini?

Ayu: kapan terakhir kali kamu disuapin orang tua?
Saya: kalo ngga salah, kelas 1 SMP. masih wajar ngga tuh?

Ayu: kapan terakhir kali kamu ngompol?
Saya: kapan ya? waktu saya terakhir ganti celana karena ngompol. *Ya iya laaah...

Ayu: gimana kalo kamu punya teman deket yang sejenis sam kamu, dan ternyata gay?
Saya: *bergidik. iiiii....

Ayu: Suka naik gunung?
Saya: Banget. tapi saya terjerat aktivitas, jadi belum pernah. #booooooo!!
eh, tapi kalo bukit dulu sering. orang anak kampung...

Ayu: gunung mana yang paling pengen kamu daki saat ini sampai ke puncak?
Saya: Semeru. tapi ngga ada duit, dan belum dapat kesempatan...


yeah! selesai.... B)
Thats it Yu, Puass? puass?? puasss?? hehehe
Read More

24 November 2011

mengandai-andaikan kemungkinan


20 April 2010

aku hidup dalam senyummu/seperti kau hidup bersama anganku/indah takkan menggantikan tawa/nurani hanya mengungkap sepi/sebab darimu aku menanti morse.


Hai Diza,

Awan Nimbus lagi-lagi mengingatkanku padamu, pada cerita kita di bukit berpadang ilalang saat kau hampir terlelap memandangi mereka berbaris, menghalangi siang menusuk matamu agar kau bisa pulas sepenuhnya. Kau tahu, saat kau mengangumi barisan putih itu, aku tak bisa berhenti mengagumi putih wajahmu. Aku bertanya padamu “mengapa bagian bawah awan selalu datar, tak seperti bagian atasnya?” Kau menjawab dengan sebuah tidak tahu dan “mungkin sudut penglihatan kita yang berbeda melihat awan putih itu”. aku juga tak tahu, aku memandangi putih yang lain. wajahmu. Kau tak tahu saja.

Diza,

Aku ingin bertemu. Kali ini aku serius. Mengungkapkan kewarasanku yang diaggap gila oleh dunia, hanya padamu. Aku harus mengirimkan surat tanpa prangko sekali-sekali, hanya dari tangan ke tanganmu, dari bibir ke telingamu agar kau tak jatuh hati pada tukang pos yang selalu mengantarkan suratku padamu. Agar kau bisa menggantungkan kata-kataku di ruang tengah rumahmu, dan kau pamerkan pada teman-temanmu yang datang berkunjung. Diza, bolehkah?

Dizastri,

Setiap kali aku menghadapkan wajahku ke selembar perkamen hijau, mereka selalu menanyaiku, “siapa kah gerangan Diza itu? Apakah dia nyata?” Tapi nyata bagiku tak berbentuk lagi. Ia serupa khayalan, serupa dunia lain yang menembus alam imajinasiku hingga aku tak tahu cara menjawabnya. Karena kau nyata, namun kukhayalkan setiap kali mawar mendesis. Entah apa warnanya. Aku tepat dihadapan jurang keputusasaan akan dirimu namun aku ragu untuk meloncat, Diza. Aku tak tahu pasti apa kau benar-benar ada dan dengan segala pengandaianku akan dirimu bukanlah hanya sekedar andai.

Ditulisanmu sebelumnya yang kabur karena air mata, kau bilang tentang keteguhanmu. Tentang ketegaran seorang wanita akan keseriusannya. Namun, aku tak tahu, keteguhanmu tak cukup jeli menyadari kasihku, atau kebodohanku yang tak mengerti kegigihanmu. Mungkin aku terlalu pengecut untuk merangkul pinggangmu, tapi tidak kah kau berpikir kau terlalu rabun menyadari hadirku di hari-harimu yang dulu? ya, mungkin (lagi-lagi) bukan keduanya. mungkin waktu yang tak menjelma sempat. Mungkin ini soal keraguan. ah, terlalu banyak kemungkinan yang mengandai.




Jadi Diza, kapan kita mungkin bisa bertemu? kutunggu balasanmu.


Salam manis,
dari tinta dengan emosi yang selalu sama.
(semoga kau tak bosan)
Read More

23 November 2011

IF (ONLY) YOU WERE MINE*

pict. from here
jika kau menjadi milikku, Nayla,
maka pagi akan begitu cemburu,
pada semburatnya yang aku selingkuhi,
pada senyummu yang malu-malu.

jika kau menjadi milikku, Nayla,
maka meski mentari menjadi murka,
dan panasnya seolah haus akan luka,
bagiku siang hanya sebuah rona.

jika saja kau menjadi milikku, Nayla,
pasti senja menjadi enggan untuk pulang,
dan malam tak sabar menyambut petang,
berebut waktu yang aku pagut,
di bahumu, di bibirmu, juga disudut matamu.

lagi, jika kau menjadi milikku, Nayla,
maka tak akan lagi ada aku,
tak ada lagi kau,
hanya ada kita,
dan kita tak akan pernah menjadi (sen)diri.

If you were mine, Nayla,
If only...



*BLOGGER CONTEST "IF YOU WERE MINE" a novel by Clara Canceriana
Read More

22 November 2011

tentang kehilangan

pict. from here

suatu hari kau bertanya tentang makna kehilangan.
tentang bagaimana wajah berubah pudar atau tentang suara yang semakin membisik
sampai semuanya hanya meninggalkan ketiadaan sebagai suatu kepastian.

kehilangan,
adalah menjadi kembali pada awal yang berbeda,
seperti selusur-selusur pagi yang menyusup diantara celah dedaunan,
rasanya tak akan pernah sama.

kehilangan, sahabatku,
adalah sebuah luka dalam memori
yang ketika dikenangkan maka perihnya semakin melebar
rasanya sakit.

lalu kehilangan,
adalah malam yang tak pernah mewujud
adalah cercah lampu jalan bercoreng jelaga
adalah rembulan yang dimakan hujan
adalah saripati tiada dengan mata sembilu
yang karenanya kau akan mati dalam puisi dan rasa pilu
atau menjadi bahasa untuk senyum-senyum yang baru.
Read More

15 November 2011

Yang Masih Bisa Kuingat Tentang November

1 November 2011

Suatu ketika, aku menanyai diriku, apa hal yang masih bisa kuingat tentang November? Dan jawabannya tidak singkat.

***

pict. from here


Aku tak pernah lupa pada awal bulan-bulan yang sama, November,  di tahun-tahun sebelumnya, dimana mega pagi akan selalu ditemani rona amarilis-amarilis jingga yang bermekaran dan embun fajar yang membeku. Lalu aku akan berhenti menemani bayang-bayangku tentang dirimu untuk menghidupi kenyataan. Dan pagi awal November  menjadi benang merah yang mempertemukanku dengan diriku, mempertemukan aku dengan kau, mempertemukan kita dengan tawa.

Aku tak bisa lupa tentang siangnya yang tak pernah menyimpan terik. siang hanya selalu menjadi awal kita melapas canda. Lalu hujan renyai berjatuhan mencercah bumi, menghamburkan manusia, dan seketika kita menjadi pemilik dunia di jalan yang selalu sama, selalu basah, selalu berdua. kita selalu menari dibawah hujan. Maka selalu ada udara yang menjadi basah dalam hembusan nafasmu. Selalu ada senyum yang menghangat disela gigi kita yang bergemeretak dingin. Selalu ada jemari bekumu yang mengikat erat tanganku. Ah, bagaimana aku bisa lupa pada sesuatu yang telah menjadi “selalu”?

Aku tak mungkin lupa akan kegetiran yang dibawa sang sandiakala dibalik keagungannya. Ada rasa bahagia telah bisa melewati satu hari lagi di sela jarimu yang segera disusul kesedih-pahitan dan ketakut-perihan kehilangan. Seperti menikmati brownies berisi pare. Seperti penerjun payung yang pada akhirnya menyadari parasutnya tak mau terbuka. Seperti luka yang kehilangan anastesinya.

***

Kau tahu, bulan November tahun ini masih ada pagi yang teja. Masih ada amarilis jingga yang juga masih mau merekah di halaman rumahku. Masih ada hujan yang siang-siang dan dunia masih berhamburan karenanya. lalu sandiakala, yang tak pernah alpa bahkan jika itu bukan November. Lalu menurutmu, apa yang bisa membuatku lupa? Ah, barangkali kau mencuri kata “lupa”-ku sebelum pergi.

Tahun ini masih punya November, sayang. Entah tahun-tahun berikutnya jika kau mengembalikan “lupa”-ku. Sampai saat itu tiba, pada akhirnya yang bisa kutanyakan adalah, hal apa yang bisa kulupakan tentang November, tentang dirimu?
Read More

09 November 2011

kunang-kunang

aku hanya kunang-kunang yang terasing
terbang lunglai di atas telaga meredam bising
bukan untuk menuai hening,
tidak pula sekedar bertukar tangkap menjaring kuning

aku hanya kunang-kunang yang menjadi takut
pada cahaya redup, nyaris padam, penghalau kabut
pada mimpi-mimpi dan harapan menjelma semut
menggetarkan sayap-sayapku berubah kalut
hati merajut kusut
merindu maut.

aku hanya kunang-kunang pengembara
menghangatkan malam menjanjikan tiada
mencoba merajut kasih selalu dalam tanda tanya
kau hanya menjawab, tidak lebih, dan aku kecewa
karena bertanya tak membuat dosa
dan aku hanya kunang-kunang yang mendamba

teruntuk morse "kunang-kunang"ku
mungkin aku kalah..


pict. from here
Read More

02 November 2011

Aku mengenangmu. Kamu?

original pict. from here
30 Maret 2010
aku tak bisa berhenti untuk tidak terjaga, hingga kuputuskan untuk memburu bayangmu berpacu bersama penaku.

Diza,
masih kah kau menerima tulisan-tulisanku? masih kah kau membacanya? karena di ketiga balasan terakhir yang kaukirimkan padaku tak ada tanda kecupmu atau sekedar bubuhan parafmu yang kau akhiri dengan bentuk hati. ada kah kau mengenang setiap bait puisi-puisi amatir yang dulu selallu membuatmu tersipu, menikmati guyuran gerimis sepulang sekolah. atau mungkin semuanya hanya berlalu sepintas dalam memori jangka pendekmu yang bahkan no.polisi impuls terakhir pun kau tak mengingatnya. semoga itu hanya karena gincumu yang habis, dan pulpenmu yang macet. hihihi...

pernah sekali aku berhasrat ingin menemuimu, menapikan malam yang muram. Tapi aku ragu Diza, aku ragu kau akan masih mengenaliku dibalik cekungan dibawah mataku. aku takut kau malah tak akan pernah membalas surat-suratku lagi. Jadi kuputuskan untuk hanya tetap memandangi potret kenanganmu yang tersenyum setengah terkekeh saat kuberikan lipstik untuk hari jadimu. aku pun memerah saat itu.

Dizaku,
masih kah kau mengenangku dengan lebih dari sekedar kenangan??
karena jika harus jujur, mantiq tak mampu lagi memenjarakan kegilaanku yang liar....

Untukmu selalu,
Pengenangmu...
Read More

30 Oktober 2011

yang tersisa dari sepasang tua

original pict. from here
Karena kau terlampau renta untuk berjalan dan hari akan terlalu menyengat jika kuhabiskan sendiri tanpamu di padang teh maka aku hanya akan menemanimu duduk di halaman belakang rumah kita mempertanyakan hak milik kita yang masih tersisa. Menurutmu, apa yang tersisa dari kita selain rumah ini dan hasrat kasih untuk ditautkan hingga menjadi kebersalingan? Selain pundakku untuk kau sandari atau wangi rambutmu untuk aku baui? Selain rasa bahagia? selain rasa sayang? tidak ada, manis. Kita bahkan sudah tidak punya waktu untuk digelar untuk kemudian duduk diatasnya sambil saling memandangi senyum kita. Kau tahu kan, saat seperti itu, waktu hanya serupa gumpalan awan yang mengambang seolah tak punya daya untuk mengayuh periode. Ah, bagaimana aku tahu rupa awan? Aku selalu terlalu sibuk dengan senyumanmu.

 “Tenanglah sayang ,” jawabmu. “Bagiku, apa yang tersisa untukku kini lebih dari cukup. mengapa aku harus peduli pada apa yang aku miliki atau tidak aku miliki. Aku hanya akan selalu peduli pada apa yang aku butuhkan, dan itu adalah kau.”

Lalu aku sadar. Maafkan aku. Mungkin aku terlalu pesimis pada waktu. Mungkin aku terlalu cemburu padanya yang menungguimu. Menunggui kita.

Kau benar. Setidakknya sampai waktu benar-benar menjelma kekal, aku masih memilikimu.
Read More

25 Oktober 2011

aku hanya rindu

22 Maret 2010

baca lah lirik-lirik kejujuranku yang membohongi dunia, membohongimu.

Diza,
kesekian kalinya aku menulis untukmu, dan entah keberapa kalinya kau harus membalas tulisan-tulisanku, aku berterima kasih untuk itu. Aku hanya ingin tahu kabarmu, meski sebenarnya aku tidak benar-benar tertarik pada kabarmu, aku hanya kangen pada senyummu, pada candamu, pada tawa yang kau gelakkan saat mendengar leluconku dalam amlpop hijau yang kita kirim bergantian. entah kenapa aku kini tak tahan tak mendengar matamu menyapa pasang pupilku seperti pantai yang tak tahan untuk dikecup pasang saat senja mengukir. jadi, bagaimana kabarmu?

Dizastri,
masih kah kau ingat hari-hari kau di belakangku di atas onthel, menyusuri pematang sawah, dan kau mendekap pinggangku erat, takut terjerembab diantara lumpur dan padi? aku rindu siang itu. Atau masih percaya kah kau pada kisah-kisah bintang saat malam-malam tanpa awan menggantung, dan kau terpukau di atas pundakku? aku rindu bau rambutmu. tapi andai kau cepat mengerti akan hatiku yang ikut menggantung bersama awan malam ini, menghalangi bintang. Aku kehabisan ide untuk memberimu isyarat, mungkin lelah. aku kehilangan senyumku.

Diza, oh Diza,
kuharap kau masih sudi membalas tulisanku, agar balasan-balasanmu genap dua kardus menggunung disudut kamarku yang muram tanpa bayangmu. Diza, hari ini aku jujur ingin tahu rasamu, ingin kejelasan sikapmu menghadapi batinku yang hanya tersangga perih sementara sepoi memaksaku merindu padamu, pada wujudmu. tapi kali ini tak kuinginkan cerita tentang dia dalam tinta seolah kau menempa belati dengan ujung-ujung penamu. Tak mampukah aku merayu perhatianmu, memalingkan matamu dari kail pesonanya? aku bertanya.

Diza,
dulu kutatapi kau dari balik bingkai kaca kecil yang bersandar dihidungku. Lebih, kini tak hentinya imajinasiku menatap bayangmu yang menghangatkan malam, secara tak sadar, naluriah, atau mungkin insting penghayal, meski kau tahu aku tahu aku menunggu kosong. menunggu cerita-ceritamu tentangnya, hanya tentangnya, dan selalu tentangnya. Tapi mungkin aku bahagia untuk setiap ukiran parasmu, karena hanya itu yang kutunggu sejak dulu, sejak kau menemaniku mengayuh, menopang dipundakku meski (lagi) aku akan merindu sepoi-sepoi dan perih menyangga batin.

salam rindu,
sahabatmu, pengagummu, perindumu...
Read More

23 Oktober 2011

sajak tentang catatan yang cemburu

Aku hanya pengelana bego yang melangkah tanpa tujuan, merasa terasing antara Q sampai M, terperangkap dalam imaji-imaji pelik, menjadi buta saat waktu mengajariku membaca raut mawar, tersesat dalam kilau malam, dan terhampakan oleh setiap koma yang berakhirdengan tiga titik…
Aku adalah penghayal yang buruk. Selalu terlalu tinggi memetakan imajinasi pembentuk warna hijau yang nyatanya adalah sederhana, menguraikan setiap senyumnya adalah untukku, dan memaknai inspirasi sebagai sebuah obsesi. Dan karenanya aku tak bisa menyembunyikan sekotak lirikanku, pikiranku, atau bahkan hatiku dari akal sehat yang tersisa.
aku membodohi diri dalam tulisanku, mencemburui tinta kering, dan mendecaki lembar perkamen dengan kisah-kisah fiktif di atasnya. ya, sedikit keluguan pasif yang hanya bisa berakhir dalam sajak-sajak tak berirama, dan entah hingga kapan ada dalam keterasingan yang muram, buram, tanpa temaram....
aku bodoh dalam kegilaanku padanya. jika ia berbicara, aku akan mendengar suaranya membait. jika ia menikmati malam, aku takkan ragu menjadi tumbal bintang-bintang demi menyapanya, menjadi gila bersama ragaku, tanpa jiwaku.

dari (si)apa kah hijau bermula??
mungkin aku bimbang akan wujudnya...
Read More

18 Oktober 2011

“ASSALAMU’ALAIKUM,” salam seorang lelaki berseragam rapi dengan suaranya yang terdengar berat sembari mengetuk pelan daun pintu kayu yang tampak reyot, wajahnya terlihat setengah letih namun tetap berdiri tegak diatas kedua kakinya. Samar ia mendengar suara batuk-batuk satu dua dari dalam rumah diikuti suara langkah kaki mendekat.

“Walaikumsalam, siapa?” Tanya suara letih seorang wanita sesaat setelah batuknya mulai mereda namun tak lama ia mulai terbatuk lagi.

“Pos, ada surat untuk Ibu Rubiyah,” jawab tukang pos itu dengan pandangan yang tak lepas dari sosok wanita paruh baya di depannya. Ia tampak lemah, pucat dan mata merahnya sayu. Keriput di ujung mata dan di pipinya terlihat jelas bagai lekukan-lekukan ngarai kering di musim kemarau, terlalu kering hingga tukang pos menduga wanita itu tak pernah merasakan kebahagiaan yang nyata selama beberapa bulan lamanya. Bahkan ia menduga umur wanita itu mungkin tidak lebih tua dari kelihatannya. Diamatinya batik lusuh yang digunakan wanita itu dengan sarung pada bawahannya mulai pudar bernoda cokelat pada bagian dada yang ditebaknya sebagai noda darah yang sudah lama. Ada beberapa noda sama yang lebih kecil di bagian lengan dan bahunya dan segala hal mernada muram itu sejenak membuatnya merasa iba.

“Saya Rubiyah,” aku wanita itu. Diambilnya sepucuk amplop putih yang diperlihatkan tukang pos yang kemudian berpamitan. Ucapan terima kasih Bu Rubiyah mengakhiri pertemuan depan pintu membuat tukang berbalik pergi, berbalik sejenak saat langkahnya menjauhi desa dan berlalu membawa sedikit rasa suram yang kelabu dibelakangnya. Saat menyerahkan beratnya pada seonggok kursi kayu di ruang tamu, Rubiyah mulai merobek bagian atas amplop itu setelah membaca nama pengirim yang memang sejak lama diharapkannya. Air matanya tengah menggantung saat ia mulai membaca.

Read More

Jangan menyerah pada ilalang yang tertidur bersama asa hingga petang berakhir


Jangan berhenti mencariku di tengah ilalang.
ketika bunga-bunganya
menemukanku dalam tiada
dan semerbak merasuk merengkuh makna.

karena jika kau tahu, tak satu bintang jatuh pun
yang kita pandangi di padang itu memberi harapan kosong.
Tak hanya kekesalan yang digenangkan hujan
untuk meredam hari di sore aku memetakan wajahmu
bersama lembar usangnya perkamen kuning.

Jangan berhenti mencumbuku dalam tidurmu.
saat pagi tak mungkin kembali dan malam tak pasti menjelang
hingga kita terjebak dalam tidur siang yang menjemukan.

sebab seandainya kau mengerti
aku akan menunggumu mengarungi palung mimpi
di atas sampan tua berselimut kehangatan lelap.
menyaksikan peri gigi mengendap-endap
menyusup di bawah bantal anak-anak kita.

Jangan lelah mengejarku dalam asamu.
bilamana mentari yang perlahan membakar awan
larut bersamaku pada samudera.

Agar kau pahami bahwa hidupmu lebih manis
daripada butir gula yang larut dalam secangkir teh hangat
yang kita teguk bergantian untuk petang itu.

lagi-lagi petang itu. satu petang sebelum aku merindu.
percaya lah, aku tersenyum untukmu
ketika kau telah mendapatiku,
saat kau tengah mengecupku,
bilamana kau sudah menangkapku.

Demi kau, aku percaya kau percaya padaku.
Ya, kau adalah aku.
Read More

01 Oktober 2011

nyanyian angin

Telah kusaksikan tumpuk-tumpuk angin, berkejaran brsama pemburu mungil angin.

Petang pun menyambut angin, kala malam tak jadi malam tanpa angin.

Tak pelak ibu-ibu angin tersenyum, sementara anak-anak angin tersadar dari permainan gundu.

Aku pun merasakan percik-percik angin membanjiri keningku, merasakan titik-titik angin membasahi acak rambutku.

Tak jarang angin-angin gila meracau.
Membenturkan jidat dan dagu angin di stiap sudut rumah.

Namun takkan mudah menangkap kupu-kupu angin yang akan hinggap di bunga-bunga angin.

Karena angin adalah nyata yang tak bertebak. Ia hanya lah angin. Hanya menghembus.
Read More

untittled tale

matanya sayu menancap
memasung dalam tatap
lelah menari di dapur pengap
langkahnya pun tak lagi mantap

kulitnya kian mengendur
kerut tiada terelakkan
ngarai-ngarai kering kian terukir diantaranya
saksi waktu yang dilalui dalam kelabu
bibirnya pun hanya menyangga erangan

tapi adakah kau melihatnya?
menyadari bahwa setiap waktu
yang ia buang itu hanya untukmu?

mungkin kau tahu,
mungkin kau belum mau,
atau mungkin kau sudah membatu,
ingatlah dia satu...
Read More

13 September 2011

Pesan Singkat Dari Bulanku Untuk Bulan Separo

“rinnggg…riinggg…riinggg, beli..beliii…dua seringgit,” celetuk Mail dalam film Upin dan Ipin dari balik bantalku. Seperti halnya orang lain yang terlihat menggerutu saat dibangunkan oleh dering handphone di tengah malam buta, dengan mata yang terasa masih saling berkait diantara bulu-bulunya, aku mencoba meraba-raba suara yang menjalar naik ke telingaku. Mencoba menebak-nebak, dari siapa gerangan bunyi sms (karena ringtonenya itu ringtone sms), seberapa pentingkah smsnya, dan seberapa besar kah ia menaruh harapan padaku untuk membalasnya. Dengan sedikit memicingkan mata untuk beradaptasi dengan cahaya yang tiba-tiba, setelah kugapai, kubaca pesan singkat yang ternyata dari orang yang terkasihku, isinya mencoba mensugestiku untuk menatap ke luar jendela, menatap cahaya bulan. Sedikit berat memang, tapi dengan rasa sayang yang sama sepertiku, siapa pun pasti akan bersedia untuk sedikit terjaga dari tidur, meski hanya sekedar memanjangkan lehernya kea rah jendela, sekedar member rasa puas kepada kedua belah pihak.

Read More

04 September 2011

kau

siang tengah tertidur
kau pun tak ingin kalah lelap dari siang
dan saat hangat membangunkan mimpi perlahan
kau membuka matamu
kau mulai bersajak dibawah beringin

saat sore kembali kau bertanya padaku
"kemana saja kau siang ini? sajakku mencarimu
bermerdu bersama dalam ilalang"

kau tak tahu saja, aku di atas dahan sepanjang siang
menantikan hangat siang perlahan membuka matamu.

kau mungkin juga takkan tahu,
aku akan tertidur bersama sajakmu dibawah beringin
selamanya dibawah beringin..
Read More

pernahkah kau benar-benar bertanya?

aku masih bertanya-tanya, pernahkah kau mencoba untuk bertanya akan diriku yang tak jua menanyaimu saat kita punya waktu menghabiskan bahkan dua cangkir kopi setiap sabtu malam dalam keremangan lilin yang manja menari liar diantara belaian sepoi dinginnya angin yang bertemankan kabut yang membuatmu sedikit meringis sembari mengelus-elus sisi lenganmu? Yah, aku menunggumu dalam debar saat setiap kata yang kau lontarkan akan berakhir dengan nada tanya dengan lirik yang sangat ingin aku dengar. Mungkin memang agak terburu-buru hingga kau belum menangkap tiap ocehanku yang harusnya bisa bersatu di kepalamu untuk membentuk satu saja pertanyaan yang bisa kau bingkiskan padaku. Atau mungkin aku perlu mengingatkanmu saat kita
Read More

pohon ek

Bagaimana harus kukungkapkan, sebuah kalimat yang tak pernah tersentuh ujung lidahku. aku tak cukup tenang setiap kali tanganmu mengacung seakan memanggil langkah kakiku. tak pelak jalan setapak tercipta saat aku mendekatimu, mengharuskan aku mengacuhkan imajinasi bunga-bunga yang melambai berharap tampak indah di ekor mata.

"apa kabar?", tanyamu,
Seolah sudah dua musim kita mencari arah untuk kembali beriringan karena masa dan kembali searah karena waktu. aku begitu membeku sejenak sehingga teori Quantum seakan tidak berlaku seketika matamu sekilas membentur celah-celah pupilku, berharap itu akan menghasilkan percikan rasa yang selaras dengan kebisuan batin.

Kau pun bertanya, " bisakah kita tetap bersama seperti ini?"
Kau membuatku terdiam. Aku pun ingin tetap menjaga detak waktu agar tak beranjak menjauhi dan menjauhkan kita, lebih dari hasrat titik-titik embun mencapai ketinggian awan hitam lalu akhirnya ikut menghujam bersama hujan. namun, bagaimana harus kuungkapkan, ketika tujuanku lebih dekat dibanding kau yang duduk disisiku, memandangi sepatumu menari menggantung. bagaimana harus kusampaikan rasa takutku bila kau tak akan bertanya tentang kabarku lagi. bagaimana harus kujelaskan pada diriku tentang apa yang harus kuungkapkan meski hanya sebatas bisikan dibalik gelombang mahkotamu. aku terlalu ragu untuk menjawab. aku bahkan kalah jika harus bertatapan denganmu. aku tahu kau tak akan memohon, tapi kau hanya menanti jawaban yang tak kau dan aku harapkan.

kau pun mulai menangis, mencari jawaban lain dibalik tiap tetesan air mata....
[bahkan saat hatimu mulai ikut berkaca-kaca, kau tetap memukau.] saat aku terbangun dari keterpakuanku pada keindahamu, aku berusaha menemukan celah untuk menenangkamu, menghentikan jatuhnya mutiaramu, membentuk anak sungai di pipimu. tak satu pun jawaban kutemukan dari balik tumpuk jerami kebimbangan.
kau akhirnya menemukan rahasia pertanyaanmu dan berbisik disela isakan, "aku menunggumu di bawah kerindangan ek tua"

============================================================

ketika hasrat memanggil kegundahan.
Read More

kekecewaan malam pada manusia

Parodi-parodi malam kini telah bisa membuat secangkir kopi kehilangan rasanya. Kabut pun mencibir melihat pemandangan itu, meyadari dirinya tak berarti lagi disekeliling kotak temaram yang biasa mereka tumpangi. segala keindahan kegelapan pun menjadi terabaikan oleh ke"bego"an manusia. Untung saja tak ada tangisan perih hujan, mungkin ia sedang tak disini. mungkin ia terlalu sibuk meratapi kepergiannya dari kota untuk pindah ke kota lain. aku pun tak memungkiri betapa seringnya kau diperdaya keelokan tubuh dan kilau parasnya. indah.....

betapa mudahnya mereka, bukan.bukan... kami, melupakan waktu. Padahal sempat girus-girus otakku mencekik, berbisik kalau waktu itu adalah Tuhanku. Ia abadi, bahkan dalam waktu yang terhenti, akan tetap ada waktu yang berjalan, waktu disaat waktu itu berhenti. Tidak mengintimidasi, namun memberi pilihan ke detik yang mana kita akan melangkah.

Aku sedih pada species-ku sendiri yang berusaha mengaduk kopi yang kehilangan rasanya setelah manis sesaat dan mencari ambang batas tawar dengan pH yang benar-benar netral. Bulir-bulir bijihnya kelihatan memainkan orkestra perkusi memelas dan mengikis hitamnya dunia, menggelitik gelapnya cahaya hingga akhirnya benar-benar menghilang dan larut dalam adukan sendok penjelajah waktu. kami mulai gamang, berpacu bersama semu dan celoteh anak-anak kami. entah ini memang takdir dair sang Waktu, atau memang kesia-siaan yang menggerogoti penghujung rindu akan kasih-Nya.

sluuurpp....nikmatnya kopi tanpa rasa ditambah sedikit roti keangkuhan....
Read More

Pandangan Pertama (sebuah epic)

Kala itu aku masih sepolos tembok samping rumahku. Semuanya terjadi begitu kilas, tanpa sempat aku menduganya. Berawal saat kukendarai sepeda motorku menuju tempat les. Tanpa helm rasanya ringan. Angin membelai kasar rambutku yang memang tak kalah pajang dengan sapu ijuk yang biasa kupakai menyapu teras.

Di situ lah aku bertemu dia. Ia berdiri di sudut jalan saat aku berhenti untuk memohon pada sesosok tiang agar mau menyalakan lampu hijaunya. Tak cukup beberapa detik untuk menyadari bahwa ia sedang menatapku. Aku bergetar membalas tatapannya. Jantungku berdenyut tak beraturan, dapat kurasakan denyut takikardi yang aritmia dibalik kaos oblongku. “ASTAGA” pikirku dalam hati. Rambutnya pendek, kulitnya hitam manis, walau tak semanis sawo matang. Tepat saat itu juga seluruh tubuhku mati rasa, tak bisa digerakkan, atau lebih tepatnya tak tahu harus berbuat apa.

Otakku berputar, hatiku jatuh, segala macam abnormalitas terjadi pada setiap senti bagian tubuhku. Namun bagai menekan sebuah tombol off pada remote TV atau saklar lampu, semuanya kembali, aku sudah telat. Aku tersadar dari keterpakuanku hanya karena menatapnya, sungguh menakjubkan. Kini ia mendekat. Kusadari kini setiap pasang mata dalam jarak 100 m darinya, baik lelaki ataupun wanita tertuju padanya. Ia sudah berdiri di hadapan kendaraan roda duaku sebelum aku sempat menancap gas motorku untuk segera melupakannya. “Si…si….siang”, sapaku dengan gugup sambil mencari nada yang pas, takuk kalau-kalau ia tidak suka dengan suaraku. Ia terdiam, kemudian sedikit tersenyum. Hatiku jatuh lagi. Ia menjawab perlahan “siang, bisa saya lihat SIM dan STNK-nya dek’???” sambil hormat. Aku nyengir g jelas, “ he… g bawa pak…” jadi lah aku ditilang, dan tak jadi lah aku les…. Apeeeesss…..
Read More

langit siang yang tanpa angin

Entah kenapa aku selalu teringat dengannya. Setiap kali kuhadapkan wajahku ke jendela ia selalu ada melambaikan tangannya melalui dahan-dahan yang rapuh meyapa sosok dengan kepedihan dalam hati yang sedang menulis. Seakan berkata lewat sayupnya untuk selalu mengingat dia. Aku pun bertanya pada biru, karna hanya dia yang mampu melihat yang tak mampu ku lihat, apa yang dia lakukan di di seberang sana. Tidakkah tampak bayanganku dimatanya meski sesaat? Atau kalau bisa, terbangkan aku kesana. Dimana semua hamparan bunga pengantar tidur selalu membawaku. Dimana semua bayangan tentang angin dan segala kesakralan yang dia miliki selalu bermain dengan riangnya..
Tapi aku tak mau.. sepertinya dia yang sepoi tak kunjung sudi meneriakkan salam. Tidak dengan hatinya. Tidak dengan matanya. Hanya lewat jari. Jari-jari yang hanya sekali ku sentuh dengan tanganku selama ini. Siapa yang tau dia sedang berhembus kemana. Tapi, angin yang ini selalu menemaniku, selalu, setiap saat, setiap detik, setiap kulantunkan nada sumbang yang tak pernah dipedulikan orang.

Aku telah memutuskan untuk mengambil sang biru sebagai sahabatku, bukan angin. Tapi tidak sekarang. Nanti. Kata yang tak ku tau kepastiannya untuk datang, atau mungkin tak akan pernah datang atau datang disaat aku tak lagi mampu merasakan belaian angin yang selalu mengacak tiap helai rambutku.

Sekali lagi dia menyapaku dari balik jendela dan hilang dalam keheningan siang.
Read More

1st

Aku memutuskan menghapus blog yang lama. ia sudah terlalu lama tertidur, dan aku terlalu jenuh untuk membangunkannya. jadi aku terpikir untuk hal yang sulit.Euthanasia...
farewell blog lama.

wellcome, blog baru. mari kita mulai lagi dari awal. kali ini semoga kita tidak "koma" bersama.
Read More
Diberdayakan oleh Blogger.