29 Oktober 2012

dialektika rasa


mungkin kita sudah dilelahkan waktu untuk saling merindukan. ya, waktu. entah bagaimana, tapi kita bagai domba-domba yang digiringnya mendahului masa depan dan mendulukan kenangan. hingga pada masanya nanti jika kita bertemu aku dan kamu hanyalah sebatas situasi deja vu yang biasa. kamu hanya akan berkata "hai" dan aku hanya akan membalas "hei" lalu mata kita akan bertaut sepanjang aksara h dan i yang sama pada hai-hei yang sejenak.

Pict. from here

suatu ketika saat Richard Clayderman memainkan simfoni Mariage D'amour di dalam kamarku, nada-nadanya menemukan dirimu di sudut kepalaku yang paling dulu lalu menangis lewat telingaku. maka setelahnya kita adalah sepasang kekasih yang disatukan oleh kesedihan. sungguh pahit. kepahitan yang lebih terkecap dibanding saat kita memutuskan untuk memilih kebersamaan yang bukan antara kamu dan aku. suatu kebersamaan yang membuat kata "kita" menjadi sesuatu yang maknanya tidak spesial lagi. kita-kita yang lain.

***


sepertinya kamu juga sudah menemukan dirimu yang dulu secepat kamu kehilangan bebanmu. entah bagaimana menyebutnya. bagiku mungkin itu adalah kerelaan yang miris. atau ironi yang progresif persisten. aku tahu kamu juga merasakan hal yang sama terhadapku. kamu mengironikan kecupan malam yang tidak jadi kamu miliki dan memiriskan pelukan yang lupa meninggalkan kepastian. maaf.

ternyata rasanya begini, memiliki hati yang setengah terisi. setengah sisanya hanya kata-kata yang menguap bersama ketika yang lalu. aku jadi pelit membagi cerita. merasa terlalu naif untuk meninggalkan. aku menjadi raga yang dilepaskan masa. elektron yang dilepasakan dari revolusinya. Beast yang dilepaskan dari The Beauty dan sepaket dongengnya.

jadi disini lah kita. di ujung jalan masing masing. menunggu - atau lebih tepatnya berharap pada - suatu ketika yang nanti kita tiba di simpang yang sama untuk kemudian melanjutkan kekitaan yang sebelumnya dilelahkan waktu.

***
 
suatu masa yang dulu,
ketika wajah dunia masih karib dengan waktu,

kita adalah ilusi dalam kebimbangan yang sunyi,
mengeja rindu,
menguji cinta

suatu kini yang baru,
saat waktu dan dunia memisahkan wajah,
kamu dan aku masih menembangkan sepi,
mengejar rindu,
mengajar gulana.
Read More
Diberdayakan oleh Blogger.