27 November 2011

Homework

pict. from here
yah, (semoga) untuk kali ini (saja) sy akan menuliskan sesuatu yang bukan imajinasi saya. sesuatu yang menuntut kenyataan meski pada kenyataannya, mungkin kalian yang membaca tidak sepenuhnya percaya apa yang saya tulis ini nyata. ini PR dari neng Ayu "The Hiker". hmmm, ini lebih mirip penyakit yang (dengan sengaja) ditularkan daripada PR. hahahhaa.

yah,mungkin beruntung dan sial secara relatif memiliki sekat yang tipis... Lets do the homework.

I. Sebutkan 11 hal tentang diri saya? (knapa pertanyaannya jadi rancu begini ya?)

1. Saya Introvert. jadi ketika dapet PR ini, agak malu-malu meong juga nulisnya...
2. suka Cappuccino. alternatif kedua kopi. saya yakin, kalo diadakan penelitian tentang penikmat kopi paling banyak, salah satunya adalah blogger... mungkin dengan menelusuri PR ini, bisa diketahui. (mungkin lho ya!)
3. meski ngga suka, tapi keseringan lupa. amat pelupa, apalagi nama orang.
4. suka berhayal n melamun. kalo ada penelitiannya juga, pasti blogger juga banyak.
5. suka sketching, ngomik.
6. suka nyanyi sendiri sambil metik gitar.
7. suka cewek berkacamata-kemeja lengan panjang dilipat-jeans yg easy going. ne mulai ngayal lagi..
8. like to chewing gum.
9. baru-baru ini suka fotografi.
10. unfortunately, terlalu mudah tertidur. wherever, whenever.
11. pengen backpacking sambil menerapkan ilmu kedokteran ke masyarakt yang saya temui selama perjalanan nantinya.

Huft! selesai 1 nomer.

II. Jawablah Pertanyaan Ayu dibawah ini! (yaah, soal essay. susah nulis pertanyaannya neh, ngga bisa kopas. hehe) 

Ayu: kapan pertama kali kamu bikin sakit hati orang?
Saya: waah, pertannyaan pertamanya ja dah susah neh, Yu. saya kan ngga bisa tahu kalo orang lain menyembunykan Ill feel-nya sama sikap atau ucapan saya. tapi yang saya tau, mungkin 5 tahun yang lalu. ketika itu... (panjang tuh ceritanya!)

Ayu: kalo kamu nyakitin orang, apa sih yang ada di pikiran kamu?
Saya: honestly, I never mean it. and I'm really sorry for that. saya hanya berusaha menyampaikan kenyataan. toh terkadang kenyataan memang menyakitkan, bukan?

Ayu: suka hujan atau senja?
Saya: hmm, pilihan yang sulit. yang jelas hujan di senja hari bukan hal yang indah menurut saya.

Ayu: apa yang ada di pikiranmu saat ini?
Saya: sebenarnya saya lagi nulis apa sih?

Ayu: pilih naik KOPAJA atau Kowantas Bima?
Saya: hahaha, pertanyaan macam apa ini? yang mana aja deh asal lu yang bayar, Yu!

Ayu: Kapan terakhir kali kamu tidur dikelonin mama/papa?
Saya: hah? OK, seriously, pertanyan macam apa ini?

Ayu: kapan terakhir kali kamu disuapin orang tua?
Saya: kalo ngga salah, kelas 1 SMP. masih wajar ngga tuh?

Ayu: kapan terakhir kali kamu ngompol?
Saya: kapan ya? waktu saya terakhir ganti celana karena ngompol. *Ya iya laaah...

Ayu: gimana kalo kamu punya teman deket yang sejenis sam kamu, dan ternyata gay?
Saya: *bergidik. iiiii....

Ayu: Suka naik gunung?
Saya: Banget. tapi saya terjerat aktivitas, jadi belum pernah. #booooooo!!
eh, tapi kalo bukit dulu sering. orang anak kampung...

Ayu: gunung mana yang paling pengen kamu daki saat ini sampai ke puncak?
Saya: Semeru. tapi ngga ada duit, dan belum dapat kesempatan...


yeah! selesai.... B)
Thats it Yu, Puass? puass?? puasss?? hehehe
Read More

24 November 2011

mengandai-andaikan kemungkinan


20 April 2010

aku hidup dalam senyummu/seperti kau hidup bersama anganku/indah takkan menggantikan tawa/nurani hanya mengungkap sepi/sebab darimu aku menanti morse.


Hai Diza,

Awan Nimbus lagi-lagi mengingatkanku padamu, pada cerita kita di bukit berpadang ilalang saat kau hampir terlelap memandangi mereka berbaris, menghalangi siang menusuk matamu agar kau bisa pulas sepenuhnya. Kau tahu, saat kau mengangumi barisan putih itu, aku tak bisa berhenti mengagumi putih wajahmu. Aku bertanya padamu “mengapa bagian bawah awan selalu datar, tak seperti bagian atasnya?” Kau menjawab dengan sebuah tidak tahu dan “mungkin sudut penglihatan kita yang berbeda melihat awan putih itu”. aku juga tak tahu, aku memandangi putih yang lain. wajahmu. Kau tak tahu saja.

Diza,

Aku ingin bertemu. Kali ini aku serius. Mengungkapkan kewarasanku yang diaggap gila oleh dunia, hanya padamu. Aku harus mengirimkan surat tanpa prangko sekali-sekali, hanya dari tangan ke tanganmu, dari bibir ke telingamu agar kau tak jatuh hati pada tukang pos yang selalu mengantarkan suratku padamu. Agar kau bisa menggantungkan kata-kataku di ruang tengah rumahmu, dan kau pamerkan pada teman-temanmu yang datang berkunjung. Diza, bolehkah?

Dizastri,

Setiap kali aku menghadapkan wajahku ke selembar perkamen hijau, mereka selalu menanyaiku, “siapa kah gerangan Diza itu? Apakah dia nyata?” Tapi nyata bagiku tak berbentuk lagi. Ia serupa khayalan, serupa dunia lain yang menembus alam imajinasiku hingga aku tak tahu cara menjawabnya. Karena kau nyata, namun kukhayalkan setiap kali mawar mendesis. Entah apa warnanya. Aku tepat dihadapan jurang keputusasaan akan dirimu namun aku ragu untuk meloncat, Diza. Aku tak tahu pasti apa kau benar-benar ada dan dengan segala pengandaianku akan dirimu bukanlah hanya sekedar andai.

Ditulisanmu sebelumnya yang kabur karena air mata, kau bilang tentang keteguhanmu. Tentang ketegaran seorang wanita akan keseriusannya. Namun, aku tak tahu, keteguhanmu tak cukup jeli menyadari kasihku, atau kebodohanku yang tak mengerti kegigihanmu. Mungkin aku terlalu pengecut untuk merangkul pinggangmu, tapi tidak kah kau berpikir kau terlalu rabun menyadari hadirku di hari-harimu yang dulu? ya, mungkin (lagi-lagi) bukan keduanya. mungkin waktu yang tak menjelma sempat. Mungkin ini soal keraguan. ah, terlalu banyak kemungkinan yang mengandai.




Jadi Diza, kapan kita mungkin bisa bertemu? kutunggu balasanmu.


Salam manis,
dari tinta dengan emosi yang selalu sama.
(semoga kau tak bosan)
Read More

23 November 2011

IF (ONLY) YOU WERE MINE*

pict. from here
jika kau menjadi milikku, Nayla,
maka pagi akan begitu cemburu,
pada semburatnya yang aku selingkuhi,
pada senyummu yang malu-malu.

jika kau menjadi milikku, Nayla,
maka meski mentari menjadi murka,
dan panasnya seolah haus akan luka,
bagiku siang hanya sebuah rona.

jika saja kau menjadi milikku, Nayla,
pasti senja menjadi enggan untuk pulang,
dan malam tak sabar menyambut petang,
berebut waktu yang aku pagut,
di bahumu, di bibirmu, juga disudut matamu.

lagi, jika kau menjadi milikku, Nayla,
maka tak akan lagi ada aku,
tak ada lagi kau,
hanya ada kita,
dan kita tak akan pernah menjadi (sen)diri.

If you were mine, Nayla,
If only...



*BLOGGER CONTEST "IF YOU WERE MINE" a novel by Clara Canceriana
Read More

22 November 2011

tentang kehilangan

pict. from here

suatu hari kau bertanya tentang makna kehilangan.
tentang bagaimana wajah berubah pudar atau tentang suara yang semakin membisik
sampai semuanya hanya meninggalkan ketiadaan sebagai suatu kepastian.

kehilangan,
adalah menjadi kembali pada awal yang berbeda,
seperti selusur-selusur pagi yang menyusup diantara celah dedaunan,
rasanya tak akan pernah sama.

kehilangan, sahabatku,
adalah sebuah luka dalam memori
yang ketika dikenangkan maka perihnya semakin melebar
rasanya sakit.

lalu kehilangan,
adalah malam yang tak pernah mewujud
adalah cercah lampu jalan bercoreng jelaga
adalah rembulan yang dimakan hujan
adalah saripati tiada dengan mata sembilu
yang karenanya kau akan mati dalam puisi dan rasa pilu
atau menjadi bahasa untuk senyum-senyum yang baru.
Read More

15 November 2011

Yang Masih Bisa Kuingat Tentang November

1 November 2011

Suatu ketika, aku menanyai diriku, apa hal yang masih bisa kuingat tentang November? Dan jawabannya tidak singkat.

***

pict. from here


Aku tak pernah lupa pada awal bulan-bulan yang sama, November,  di tahun-tahun sebelumnya, dimana mega pagi akan selalu ditemani rona amarilis-amarilis jingga yang bermekaran dan embun fajar yang membeku. Lalu aku akan berhenti menemani bayang-bayangku tentang dirimu untuk menghidupi kenyataan. Dan pagi awal November  menjadi benang merah yang mempertemukanku dengan diriku, mempertemukan aku dengan kau, mempertemukan kita dengan tawa.

Aku tak bisa lupa tentang siangnya yang tak pernah menyimpan terik. siang hanya selalu menjadi awal kita melapas canda. Lalu hujan renyai berjatuhan mencercah bumi, menghamburkan manusia, dan seketika kita menjadi pemilik dunia di jalan yang selalu sama, selalu basah, selalu berdua. kita selalu menari dibawah hujan. Maka selalu ada udara yang menjadi basah dalam hembusan nafasmu. Selalu ada senyum yang menghangat disela gigi kita yang bergemeretak dingin. Selalu ada jemari bekumu yang mengikat erat tanganku. Ah, bagaimana aku bisa lupa pada sesuatu yang telah menjadi “selalu”?

Aku tak mungkin lupa akan kegetiran yang dibawa sang sandiakala dibalik keagungannya. Ada rasa bahagia telah bisa melewati satu hari lagi di sela jarimu yang segera disusul kesedih-pahitan dan ketakut-perihan kehilangan. Seperti menikmati brownies berisi pare. Seperti penerjun payung yang pada akhirnya menyadari parasutnya tak mau terbuka. Seperti luka yang kehilangan anastesinya.

***

Kau tahu, bulan November tahun ini masih ada pagi yang teja. Masih ada amarilis jingga yang juga masih mau merekah di halaman rumahku. Masih ada hujan yang siang-siang dan dunia masih berhamburan karenanya. lalu sandiakala, yang tak pernah alpa bahkan jika itu bukan November. Lalu menurutmu, apa yang bisa membuatku lupa? Ah, barangkali kau mencuri kata “lupa”-ku sebelum pergi.

Tahun ini masih punya November, sayang. Entah tahun-tahun berikutnya jika kau mengembalikan “lupa”-ku. Sampai saat itu tiba, pada akhirnya yang bisa kutanyakan adalah, hal apa yang bisa kulupakan tentang November, tentang dirimu?
Read More

09 November 2011

kunang-kunang

aku hanya kunang-kunang yang terasing
terbang lunglai di atas telaga meredam bising
bukan untuk menuai hening,
tidak pula sekedar bertukar tangkap menjaring kuning

aku hanya kunang-kunang yang menjadi takut
pada cahaya redup, nyaris padam, penghalau kabut
pada mimpi-mimpi dan harapan menjelma semut
menggetarkan sayap-sayapku berubah kalut
hati merajut kusut
merindu maut.

aku hanya kunang-kunang pengembara
menghangatkan malam menjanjikan tiada
mencoba merajut kasih selalu dalam tanda tanya
kau hanya menjawab, tidak lebih, dan aku kecewa
karena bertanya tak membuat dosa
dan aku hanya kunang-kunang yang mendamba

teruntuk morse "kunang-kunang"ku
mungkin aku kalah..


pict. from here
Read More

02 November 2011

Aku mengenangmu. Kamu?

original pict. from here
30 Maret 2010
aku tak bisa berhenti untuk tidak terjaga, hingga kuputuskan untuk memburu bayangmu berpacu bersama penaku.

Diza,
masih kah kau menerima tulisan-tulisanku? masih kah kau membacanya? karena di ketiga balasan terakhir yang kaukirimkan padaku tak ada tanda kecupmu atau sekedar bubuhan parafmu yang kau akhiri dengan bentuk hati. ada kah kau mengenang setiap bait puisi-puisi amatir yang dulu selallu membuatmu tersipu, menikmati guyuran gerimis sepulang sekolah. atau mungkin semuanya hanya berlalu sepintas dalam memori jangka pendekmu yang bahkan no.polisi impuls terakhir pun kau tak mengingatnya. semoga itu hanya karena gincumu yang habis, dan pulpenmu yang macet. hihihi...

pernah sekali aku berhasrat ingin menemuimu, menapikan malam yang muram. Tapi aku ragu Diza, aku ragu kau akan masih mengenaliku dibalik cekungan dibawah mataku. aku takut kau malah tak akan pernah membalas surat-suratku lagi. Jadi kuputuskan untuk hanya tetap memandangi potret kenanganmu yang tersenyum setengah terkekeh saat kuberikan lipstik untuk hari jadimu. aku pun memerah saat itu.

Dizaku,
masih kah kau mengenangku dengan lebih dari sekedar kenangan??
karena jika harus jujur, mantiq tak mampu lagi memenjarakan kegilaanku yang liar....

Untukmu selalu,
Pengenangmu...
Read More
Diberdayakan oleh Blogger.