Kala itu aku masih sepolos tembok samping rumahku. Semuanya terjadi begitu kilas, tanpa sempat aku menduganya. Berawal saat kukendarai sepeda motorku menuju tempat les. Tanpa helm rasanya ringan. Angin membelai kasar rambutku yang memang tak kalah pajang dengan sapu ijuk yang biasa kupakai menyapu teras.
Di situ lah aku bertemu dia. Ia berdiri di sudut jalan saat aku berhenti untuk memohon pada sesosok tiang agar mau menyalakan lampu hijaunya. Tak cukup beberapa detik untuk menyadari bahwa ia sedang menatapku. Aku bergetar membalas tatapannya. Jantungku berdenyut tak beraturan, dapat kurasakan denyut takikardi yang aritmia dibalik kaos oblongku. “ASTAGA” pikirku dalam hati. Rambutnya pendek, kulitnya hitam manis, walau tak semanis sawo matang. Tepat saat itu juga seluruh tubuhku mati rasa, tak bisa digerakkan, atau lebih tepatnya tak tahu harus berbuat apa.
Otakku berputar, hatiku jatuh, segala macam abnormalitas terjadi pada setiap senti bagian tubuhku. Namun bagai menekan sebuah tombol off pada remote TV atau saklar lampu, semuanya kembali, aku sudah telat. Aku tersadar dari keterpakuanku hanya karena menatapnya, sungguh menakjubkan. Kini ia mendekat. Kusadari kini setiap pasang mata dalam jarak 100 m darinya, baik lelaki ataupun wanita tertuju padanya. Ia sudah berdiri di hadapan kendaraan roda duaku sebelum aku sempat menancap gas motorku untuk segera melupakannya. “Si…si….siang”, sapaku dengan gugup sambil mencari nada yang pas, takuk kalau-kalau ia tidak suka dengan suaraku. Ia terdiam, kemudian sedikit tersenyum. Hatiku jatuh lagi. Ia menjawab perlahan “siang, bisa saya lihat SIM dan STNK-nya dek’???” sambil hormat. Aku nyengir g jelas, “ he… g bawa pak…” jadi lah aku ditilang, dan tak jadi lah aku les…. Apeeeesss…..
0 comment:
Posting Komentar