16 Juni 2011
dear Diza,
sejak sedepa demi sedepa jarak antara kita melebar, sejak telah ada masa jeda yang terlalu lama dalam momen pertemuan, aku telah mulai kehilangan harapan pada akhir kebersamaan jejak kita, atau jika aku tidak ingin merasa tersakiti, aku akan merasa sengaja memendam harap. lalu di waktu-waktu berikutnya aku akan sudi berkawan dengan dengan lupa, dengan kecewa, dan dengan semua negatifisme yang kuyakini. namun sekuat apapun aku mencoba, aku akan selalu mengenang. karena untuk menjadi lupa pada sesuatu kita harus mengenangnya, mengingat bahwa sesuatu itu harus dilupakan. "aku harus melupakan dirimu," pikirku. maka secara spontan aku akan mencari-cari riak dirimu di kenanganku yang paling keruh sekali pun untuk kulupakan. jadi, menurutku, tak ada orang yang secara sadar akan mampu menjadi lupa pada kenangannya. yang ia lakukan hanyalan menimpa atau menutupi kenangan itu dengan kenangan yang baru. maka jika aku belum mampu mencari "gambar lain" untuk mengaburkanmu, kau akan selalu ada dengan bekas-bekas harapan yang seumpama bekas luka. dan itu sangat menyiksa. sungguh.
apa yang kau yakini tentang sebuah harapan?
saat yang telah lama dulu, pernah kudengar seseorang ditanyai tentang bagaimana ia mengartikan sebuah harapan. katanya, "harapan adalah masa depan." namun, saat masa depan telah mengambil kekasihnya, maka masa depannya menjadi masa depan yang paling tidak ia harapkan. masa depan yang paling mengecewakan. katanya kemudian, "harapan adalah keinginan untuk melanjutkan masa depan."
harapan selalu tentang keinginan. ya. keinginan-keinginan yang begitu membuncah akan menjelma menjadi harapan, Za. apa yang kau harapkan tergantung pada apa yang akan kau lakukan dengan harapan itu. itulah sebabnya ia selalu ditempatkan pada masa depan. agar kau bisa mempersiapkan dirimu menggapai apa yang kau harapkan. untuk apa? untuk menemukan kebahagiaan. jika seseorang berharap menjadi kaya maka ia harus mulai berusaha sejak sekarang.
tapi apa selalu begitu? apa selalu keberadaan harapan yang menentukan besar usaha? "Harapanlah satu-satunya santapan bagi mereka yang sedang ditimpa kemalangan," kata Thomas Jefferson. ia mungkin benar, mungkin juga tidak. seseorang dengan penyakit yang ganas mengandalkan harapan untuk mendorongnya berobat dan sembuh agar ia bisa menggapai masa tuanya. ia akan berusaha. lalu ketika keletihan menjadi batas antara diri dan usahanya, secara perlahan mungkin ia akan kehilangan harapan. ia akan menjadi orang yang paling menyedihkan menurutnya. mungkin juga tidak. kau mungkin tak tahu, ada orang-orang yang pantang menyerah meski ia tahu tak ada harapan yang tersisa untuknya.
Diza,
Tidak peduli betapa berbahagiannya seorang wanita yang sudah menikah, dia selalu senang mengetahui bahwa ada seorang pria yang baik yang berharap dia belum menikah. tapi sang pria tak melakukan apa pun. ia hanya berharap. seperti halnya orang-orang lain yang meyakini ke-tidak-berkuasa-an mereka hingga pada akhirnya mereka hanya bisa berkata, "kami hanya mengharapkan yang terbaik untukmu." harapan yang terdengar begitu lirih. harapan yang lebih pantas disebut sebagai angan. pada akhirnya, harapan juga tak lepas dari percabangan baik dan buruk.
Harapan dapat menjadi sebuah kekuatan supaya kita terus berpegang pada sesuatu yang seharusnya sudah kita lepaskan, ketika intuisi kita juga mendukung supaya kita melepaskan hal itu. Harapan dapat menjadi penjara. Harapan dapat membuat kita percaya bahwa tidak ada satu halpun yang bisa kita lakukan sehingga kita harus duduk diam dan mengharapkan yang terbaik.
yang sebenarnya ingin kukatakan, Za, segala macam harapan itu tak pernah memiliki makna yang senada dengan sekedar keinginan biasa, yang sepintas terlontar dan lewat begitu saja dalam setiap percakapan kita. namun seperti kebahagiaan, ia memilik makna yang khas. yang tak perlu pengungkapan untuk menyatakannya. yang ia butuhkan hanya sebuah awal untuk memulai dan sebuah titik tuju di masa depan sana.
bagiku, sebuah harapan adalah sesimpul senyum yang kau untaikan untukku. titik tujuku ada pada dahaga rindu yang terhapus saat pertemuan kita. harapanku ada pada kenyataan dimana kau akan bahagia disampingku seperti aku bahagia disampingmu.
bagiku, harapan masa depanku hanya tertaut pada kebahagiaanmu. pada anganku. sejujurnya, bagiku, Diza, harapanku terletak pada betapa indahnya dirimu saat kau masih bertahan memandangi malam yang membosankan bersamaku, dulu. harapan terbesarku terletak pada masa lalu dimana suara paraumu mengucap "terimakasih." di momen-momen seperti itu, entah bagaimana, kurasa harapanku adalah kau.
mulai
malam ini aku akan pura-pura pernah khilaf terjerembab dalam
melankoli/menemani kesadaranmu yang berkabut tentang sudut bibir yang
menyimpul melewati piguranya/ hingga aku benar-benar menjadi lupa pada
potongan-potongan hari dimana keindahan dirimu tersimpan/lalu kita
akan menua bersama keterasingan/ke-masing-masing-an/dalam sisa-sisa
sajak yang akhirnya aus oleh angin dingin utara/angin borea.
dear Diza,
sejak sedepa demi sedepa jarak antara kita melebar, sejak telah ada masa jeda yang terlalu lama dalam momen pertemuan, aku telah mulai kehilangan harapan pada akhir kebersamaan jejak kita, atau jika aku tidak ingin merasa tersakiti, aku akan merasa sengaja memendam harap. lalu di waktu-waktu berikutnya aku akan sudi berkawan dengan dengan lupa, dengan kecewa, dan dengan semua negatifisme yang kuyakini. namun sekuat apapun aku mencoba, aku akan selalu mengenang. karena untuk menjadi lupa pada sesuatu kita harus mengenangnya, mengingat bahwa sesuatu itu harus dilupakan. "aku harus melupakan dirimu," pikirku. maka secara spontan aku akan mencari-cari riak dirimu di kenanganku yang paling keruh sekali pun untuk kulupakan. jadi, menurutku, tak ada orang yang secara sadar akan mampu menjadi lupa pada kenangannya. yang ia lakukan hanyalan menimpa atau menutupi kenangan itu dengan kenangan yang baru. maka jika aku belum mampu mencari "gambar lain" untuk mengaburkanmu, kau akan selalu ada dengan bekas-bekas harapan yang seumpama bekas luka. dan itu sangat menyiksa. sungguh.
apa yang kau yakini tentang sebuah harapan?
saat yang telah lama dulu, pernah kudengar seseorang ditanyai tentang bagaimana ia mengartikan sebuah harapan. katanya, "harapan adalah masa depan." namun, saat masa depan telah mengambil kekasihnya, maka masa depannya menjadi masa depan yang paling tidak ia harapkan. masa depan yang paling mengecewakan. katanya kemudian, "harapan adalah keinginan untuk melanjutkan masa depan."
harapan selalu tentang keinginan. ya. keinginan-keinginan yang begitu membuncah akan menjelma menjadi harapan, Za. apa yang kau harapkan tergantung pada apa yang akan kau lakukan dengan harapan itu. itulah sebabnya ia selalu ditempatkan pada masa depan. agar kau bisa mempersiapkan dirimu menggapai apa yang kau harapkan. untuk apa? untuk menemukan kebahagiaan. jika seseorang berharap menjadi kaya maka ia harus mulai berusaha sejak sekarang.
tapi apa selalu begitu? apa selalu keberadaan harapan yang menentukan besar usaha? "Harapanlah satu-satunya santapan bagi mereka yang sedang ditimpa kemalangan," kata Thomas Jefferson. ia mungkin benar, mungkin juga tidak. seseorang dengan penyakit yang ganas mengandalkan harapan untuk mendorongnya berobat dan sembuh agar ia bisa menggapai masa tuanya. ia akan berusaha. lalu ketika keletihan menjadi batas antara diri dan usahanya, secara perlahan mungkin ia akan kehilangan harapan. ia akan menjadi orang yang paling menyedihkan menurutnya. mungkin juga tidak. kau mungkin tak tahu, ada orang-orang yang pantang menyerah meski ia tahu tak ada harapan yang tersisa untuknya.
Diza,
Tidak peduli betapa berbahagiannya seorang wanita yang sudah menikah, dia selalu senang mengetahui bahwa ada seorang pria yang baik yang berharap dia belum menikah. tapi sang pria tak melakukan apa pun. ia hanya berharap. seperti halnya orang-orang lain yang meyakini ke-tidak-berkuasa-an mereka hingga pada akhirnya mereka hanya bisa berkata, "kami hanya mengharapkan yang terbaik untukmu." harapan yang terdengar begitu lirih. harapan yang lebih pantas disebut sebagai angan. pada akhirnya, harapan juga tak lepas dari percabangan baik dan buruk.
Harapan dapat menjadi sebuah kekuatan supaya kita terus berpegang pada sesuatu yang seharusnya sudah kita lepaskan, ketika intuisi kita juga mendukung supaya kita melepaskan hal itu. Harapan dapat menjadi penjara. Harapan dapat membuat kita percaya bahwa tidak ada satu halpun yang bisa kita lakukan sehingga kita harus duduk diam dan mengharapkan yang terbaik.
yang sebenarnya ingin kukatakan, Za, segala macam harapan itu tak pernah memiliki makna yang senada dengan sekedar keinginan biasa, yang sepintas terlontar dan lewat begitu saja dalam setiap percakapan kita. namun seperti kebahagiaan, ia memilik makna yang khas. yang tak perlu pengungkapan untuk menyatakannya. yang ia butuhkan hanya sebuah awal untuk memulai dan sebuah titik tuju di masa depan sana.
bagiku, sebuah harapan adalah sesimpul senyum yang kau untaikan untukku. titik tujuku ada pada dahaga rindu yang terhapus saat pertemuan kita. harapanku ada pada kenyataan dimana kau akan bahagia disampingku seperti aku bahagia disampingmu.
bagiku, harapan masa depanku hanya tertaut pada kebahagiaanmu. pada anganku. sejujurnya, bagiku, Diza, harapanku terletak pada betapa indahnya dirimu saat kau masih bertahan memandangi malam yang membosankan bersamaku, dulu. harapan terbesarku terletak pada masa lalu dimana suara paraumu mengucap "terimakasih." di momen-momen seperti itu, entah bagaimana, kurasa harapanku adalah kau.
Pict. from here |
maka biarlah angin
borea menerbangkan harap yang tergerus menjadi butir-butir
angan/meletakkan kita pada setapak yang bercabang/sampai pada saat kita
berhenti untuk saling memandang/ maka biarkan ia berhembus/ dan
memecah kita menjadi hanya kau dan hanya aku...
12 comment:
ah, tulisan ini,, tak asing :)
yap. inspired by someone...
untaian kalimat yang indah walau mengandung makna kesedihan dan kepasrahan.
teruslah berharap, agar terus hidup..
jiaahahahaa, maaf dok ! diralat !
:) kalo sy blg, fatul jago nulis..
tp someone nya lebih jago lagi, bisa inspiring fatul sampe bs nulis sperti ini :)
hahaha. nih saya tahu diralatnya karena apa. ngga' papa. sy maklumi koq.
heehe. betul sekali..
yap, harapan yang membuat manusia tetap hidup.
Cieeee, Diza oh Diza...
nancep abis tuh diza...
jleb jleb jleb..
as always, nice one!
entah kenapa saya suka sekali kalau membahas tentang harapan :D
btw, di blogrollnya url. sy bisa diganti? sudah ganti url.sekarang. thanks kanda.
Ciee, Srrriii...
hahaha. thanks chank.
siiip. sudah diganti bro.
Posting Komentar