Kay, kau ingat, saat kau ngambek sore-sore di beranda sambil
memandangi layang-layang api yang berkejaran di udara. kau diam. lamaaa
sekali. dan ketika para layang-layang api itu lelah, kau bilang, "maaf
atas air mukaku. aku jutek ya?" aku hanya menggeleng sambil tersenyum.
hampir saja aku meleleh dari beranda. kau tahu, saat itu aku sadar, Kay,
aku menyukai pipimu yang cembung, suaramu yang ranum. aku menyukaimu.
masih
kukenang jawabanmu saat aku mencoba menyatakan kesadaran hatiku.
"Sebaiknya jangan, Khira. Jangan menyiksa dirimu seperti ini. Aku telah
tertambat di hati yang lain." Aku sudah menduga, hingga setelahnya tak
ada gunung yang runtuh atau gemuruh petir dengan angin badai. aku tak
pernah ragu pada kebenaaran pepatah sepatah cinta dan kepemilikannya,
Kayla. aku tahu keniscayaan rasa sakit yang salah mengartikan kau
sebagai bahasa kalbu. kasih.
Kay, kau tahu lagi,
semenjak masa itu, secara idiopatik*, aku makin menyukaimu. maka maafkanlah aku yang akan selalu menghantuimu...
*unknown
0 comment:
Posting Komentar