Sekali setahun, dibulan Januari, aku akan duduk di kaki lembayung.
menyaksikan alang-alang yang tegar menantang alam bertanya untuk
kesempatan bertegur sapa lagi dengan jemari mungilmu. mereka rindu pada
gadis yang dulu berkejaran bersama angin menangkap kelopak bunga atau
kupu-kupu nakal. kubilang pada mereka, kau sedang menyulam malam agar
padang berhenti kedinginan jika gelap menguap. tapi kubilang pada aku,
aku rindu saat kau kelelahan mengitari alang-alang lalu menghampiriku,
terduduk menatap lembayung sambil mengulum senyum.
sekali setahun, dibulan Maret, aku akan berusaha tak lelah menanti ucapanmu yang tak pernah datang. mengingat-ingat lagi kata-kata lembutmu sesaat setelah malam menggulirkan hari. jika harus jujur, tahun lalu menjadi kalimat indah terakhirmu untukku. lalu kau mengambil waktu untuk berkelana bersama bulan itu.
sekali setahun dibulan Juni, ada sebuah hari dimana aku harus mengakui bahwa akan ada jarak dalam setiap kedekatan, selalu ada akhir dari semua hari yang kita sebut mula, dan pasti ada jalan untuk perpisahan dalam segala jenis perjumpaan. kau tak mengucap sekata. aku tak mengucap sekata. sebuah perpisahan yang tak pantas disebut perpisahan, karena yang kita lakukan berada dalam jaring-jaring pengabaian selama bulan-bulan berikutnya. bulan Juni, kau berubah. mengambil jarak selangkah setiap harinya, hingga tak mampu kuhitung depa demi depa.
sekali setahun dibulan November, pertengahan musim dingin, aku memikirkanmu. mencari kata yang tepat untuk menghilangkan kecanggungan. mungkin, ketika badai mulai reda, kita bisa menghabiskan waktu saling menghangatkan jemari kita, setelah sekian lama. tapi aku urung. kenapa? karena "mungkin" adalah tentang ketidakpastian yang selalu terbenam dalam dua sisi yang berlawanan. bagai pisau bermata dua. jadi kubiarkan saja jalan jalan sepi dengan lamunannya.
Setiap tahun dibulan Desember, aku akan hilang akal.
Read More
sekali setahun, dibulan Maret, aku akan berusaha tak lelah menanti ucapanmu yang tak pernah datang. mengingat-ingat lagi kata-kata lembutmu sesaat setelah malam menggulirkan hari. jika harus jujur, tahun lalu menjadi kalimat indah terakhirmu untukku. lalu kau mengambil waktu untuk berkelana bersama bulan itu.
sekali setahun dibulan Juni, ada sebuah hari dimana aku harus mengakui bahwa akan ada jarak dalam setiap kedekatan, selalu ada akhir dari semua hari yang kita sebut mula, dan pasti ada jalan untuk perpisahan dalam segala jenis perjumpaan. kau tak mengucap sekata. aku tak mengucap sekata. sebuah perpisahan yang tak pantas disebut perpisahan, karena yang kita lakukan berada dalam jaring-jaring pengabaian selama bulan-bulan berikutnya. bulan Juni, kau berubah. mengambil jarak selangkah setiap harinya, hingga tak mampu kuhitung depa demi depa.
sekali setahun dibulan November, pertengahan musim dingin, aku memikirkanmu. mencari kata yang tepat untuk menghilangkan kecanggungan. mungkin, ketika badai mulai reda, kita bisa menghabiskan waktu saling menghangatkan jemari kita, setelah sekian lama. tapi aku urung. kenapa? karena "mungkin" adalah tentang ketidakpastian yang selalu terbenam dalam dua sisi yang berlawanan. bagai pisau bermata dua. jadi kubiarkan saja jalan jalan sepi dengan lamunannya.
Pict from here |
Setiap tahun dibulan Desember, aku akan hilang akal.