“No man ever steps the
same river twice, for it’s not the same river and he’s not the same man.” ~
Heraclitus, Filsuf.
Jalan Panjang Menuju Puncak Kelimutu |
Dunia itu luas, meski orang-orang asing yang ditakdirkan bertemu
lebih dari sekali sering mengatakan sebaliknya. Ada begitu banyak perihal yang
tidak kita ketahui meski orang-orang picik tidak berpikir demikian.
Dengan dua kalimat itu, saya kemudian memutuskan untuk
bertualang dan menuliskan kisah lain dalam hidup saya untuk diri saya sendiri
yang di masa depan. Saya ingin mengingatkan diri saya yang nanti tentang
perihal-perihal baik yang mungkin terjadi dalam perjalanan ini, agar setiap
kali menerima kesedihan ia akan percaya selalu ada lebih banyak kebahagiaan
dalam dunia ini. Saya tak perlu terlalu kuatir tentang kesedihan yang ada dalam
tualang itu atau bagaimana perjalanan itu akan berlangsung. Saya hanya perlu
tahu bahwa ujung jalan itu akan mengubah diri saya menjadi seseorang yang lain
(dan semoga lebih baik).
Saya sendiri bersama beberapa teman, pada suatu pertemuan
akhirnya sepakat berpetualang dengan cara backpacking. Menenteng keril lalu
menantang alam, menapak jejak sembari menepuk dompet, mengecup tempat-tempat
baru dan mengecap pengalaman baru. Melakukan perjalanan dengan cara backpacking
adalah kegiatan yang tidak asing lagi di zaman sekarang. Orang-orang bisa
melakukan tualang ke mana pun dan kapan pun mereka inginkan –dengan
batasan-batasan tertentu– tanpa perlu mengeluarkan banyak uang. Setiap orang-orang
itu tentu saja mempunyai alasan yang dan pandangan yang berbeda mengenai
langkah-langkah menuju ‘kehidupan lain’ yang mereka lakukan. Ada yang
melakukannya karena kesenangan semata, refreshing, lari dari ‘kenyataan’, ilmu
pengetahuan, perjalanan religi, gaya hidup, hobby, atau juga gabungan dari
perihal tersebut.
Mungkin tidak jauh berbeda dengan mereka yang telah menempuh
kembara sebelumnya. Hanya saja, dalam perjalanan kami ada sesuatu yang mungkin
tak setiap perjalanan memilikinya. Jika pada umumnya orang mengunjungi malaysia
atau singapura atau luar negeri lebih jauh yang menggiurkan mata untuk
backpacking, kami lebih memilih Nusa Tenggara sebagai tujuan. Selain karena
kami punya beberapa kenalan di beberapa bagian tempat, ada sejumlah alasan filosofis mengapa kami
memilih NusaTenggara.
Pertama, sebagai orang Indonesia yang meskipun hidup di
bagian tengah – saya dari Makassar – tetapi saya bersama teman-teman perlu
melihat sendiri bagaimana kehidupan saudara setanah air kita di bagian timur. Kami
ingin membuktikan bagaimana tindakan pemerintah kita terhadap kesenjangan
pembangunan negara. Terdengar seperti pejabat yang blusukan? Tidak. Saya sama
sekali tak tertarik tentang politik. Yang ingin saya bersama teman-teman
munculkan pada diri kami sendiri adalah rasa peka dan kepedulian sosial yang
diperlukan sebagai dokter sehingga perjalanan ini bukan jalan-jalan biasa. Maka
hanya dengan cara backpacking-lah saya bersama teman-teman bisa berkomunikasi
lebih dekat dengan masyarakat.
Kedua, dalam penjelajahan Nusa Tenggara ini kami ingin
melintasi perbatasan Timor Leste setelah melihat bagaimana orang-orang di sana mempertahankan jiwa nasionalisme
mereka. Kata teman seperjalanan saya, “Nasionalisme itu tidak hanya dipelajari
di bangku-bangku sekolah, tetapi perlu dengan pengalaman nyata.”
Tinggal di perbatasan mungkin bisa dianalogikan dengan
kebimbangan hidup seseorang terhadap agama – meski tidak sakral tentunya. Namun
kemampuan seseorang untuk mempertahankan hidup yang layak tentu bisa
mempengaruhi jiwa nasionalisme. Inilah hal yang sebenarnya perlu diperhatikan
pemerintah terhadap saudara-saudara kita yang tinggal di wilayah perbatasan.
Lalu ketika menjadi wisatawan asing di Timor Leste (yay!
akhirnya ke luar negeri juga) kami ingin mencoba melihat bagaimana negara kecil
ini membangun dirinya setelah kemerdekaan. Bagaimana sejarah dituturkan dari
mulut-mulut orang lokal. Karena ingin jalan-jalan, tentu kami mempertanyakan
bagaimana tempat wisatanya.
Ketiga, kami percaya bahwa eksotisme Nusa Tenggara tak kalah
indah dibanding tempat wisata di daerah lain atau di negara lain. Indonesia
punya banyak tempat yang perlu dijelajahi dan dikuak keindahannya untuk
diperkenalkan dengan lebih layak ke wajah dunia, terutama di Nusa tenggara ini.
Keempat, latar kami yang bergelut di dunia kesehatan sebagai
dokter semakin membuat perjalanan ini bukan ekspedisi biasa. Di perbatasan,
seorang dokter TNI yang satu almamater dengan kami mengajak untuk melakukan
bakti sosial berupa pengobatan dan sunatan massal. Maka lengkap sudah tualang
kami. Ada manfaat timbal balik yang kami dan masyarakat sekitar dapatkan.
Setidaknya perjalanan ini buka langkah yang sia-sia.
Agama di wilayah Nusa Tenggara Timur mayoritas kristiani
(katolik). Kami datang kebetulan bertepatan dengan hari-hari paskah. Saya
melihat orang-orang di tempat ini begitu religiuis beribadah ke gereja dan pada
sebagian besar wilayah, amat sulit mendapatkan masjid. Tanpa saya sadari
tantangan terbesar saya dalam perjalanan ini sebagai umat muslim, adalah
bagimana menjaga keistiqomahan saya beribadah dengan tak adanya masjid dan air
serta godaan pikiran sendiri. Ini tanpa secara kebetulan menjadi alasan kelima mengapa
perjalanan ini menjadi menarik. Di tempat yang jauh dari rumahNya, saya merasa
sangat menikmati perjuangan sebagai hamba yang (berusaha) taat. :’)
Seperti katak dalam tempurung yang baru menemukan
keberaniannya dan melompat keluar untuk melihat dunia, sudah beberapa kali saya
bersama teman-teman merencanakan perjalanan, namun baru kali ini kami menemukan
kesempatan dan keberanian untuk keluar dari
balik meja kerja. Kami tahu perjalanan ini tak bisa selalu baik-baik
saja, dan kami harus menyiapkan keberanian untuk itu. Pada akhirnya apa yang
kita lakukan akan membentuk diri kita sendiri di masa depan, dan saya melakukan
perjalanan ini dengan harapan dapat memperbaiki cara pandang saya tentang cara
kerja dunia dan menambah sudut pandang saya tentang kehidupan.
Orang bijak selalu
berkata, “bukan tujuan yang penting, tetapi perjalanannya.” Dan saya sepenuhnya
sepakat, walaupun bagi saya, tujuan yang sesungguhnya dari petualangan adalah
perjalanan itu sendiri. ~ Falra
PS: Detik dan detil petualangan akan saya bagikan di
postongan berikutnya.